Cerita rakyat Melayu Riau yang berjudul Puaka Tanjung Penyabung
masih bercerita tentang kedurhakaan seorang anak kepada ibunya. Hampir
mirip dengan cerita-cerita petuah Melayu lainnya yang juga memiliki
pesan yang sama, berbakti kepada kedua orang tua dan tidak boleh durhaka
kepadanya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini cerita singkat dari Puaka
Tanjung Penyabung tersebut:
Cerita ini menghisahkan seorang anak bernama Atan Comot yang durhaka
kepada ibunya. Akibat kedurhakaannya tersebut Atan Comot hilang ditelan
laut karena ibunya menyumpahinya.
Dahulu, tinggal lah Atan Comot bersama ibunya yang miskin. Makanan
kesukaan Atan Comot sehari-harinya adalah borin asap dengan ulam latuh.
Makan tradisional orang kampung yang saat itu bagi Atan Comot dan ibunya
sangat nikmat. Karena memang keterbatasan uang yang mereka miliki untuk
bisa makan dan hidup enak. Akhirnya, karena kesulitan hidup yang mereka
hadapi, Atan Comot meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau
mencari uang. Dengan berat hati ibunya pun mengizinkan. Pergilah Atan
Comot berlayar untuk merantau ke banyak negeri. Sampai akhirnya berkat
kegigihannya dalam berusaha, ia pun tumbuh menjadi seorang pengusaha
yang kaya raya dan sukses hidupnya serta memiliki kapal layar yang
besar. Namun sayang sekali, Atan Comot tak pernah lagi ingat akan
ibunya. Terlebih lagi tentang kehidupannya di kampung dulu. Ia telah
lalai dengan harta benda dan kekayaan yang telah ia miliki.
Pada suatu ketika, berkunjung lah Atan Comot tersebut ke tempat
kelahirannya. Alangkah bahagianya sang ibu yang mendapatkan anaknya
kembali. Ia pun masih ingat dengan makanan kesukaan anaknya tersebut.
Dengan susah payah ia pun menyiapkan sajian borin asap dengan ulam latuh
yang istimewa untuk anaknya. Namun apa yang terjadi, di luar dugaan
ternyata Atan Comot merasa malu dan gengsi dengan makanan kesukaannya
dulu itu. Kini ia memandang bahwa makanannya itu adalah makanan kampung
yang tidak berkelas. Atan Comot marah kepada ibunya, ia pun lalu
menendang baki berkarat yang berisi makanan borin asap dengan ulam latuh
yang dibawa oleh ibu Atan Comot tersebut. Tak sampai di situ saja, Atan
lalu memukul tangan ibunya yang berpegangan pada bagian tepi perahu.
Tak ayal lagi ibunya pun terjatuh ke dalam laut.
Ibu Atan pun sangat sedih, kesal dan marah. Kemudian, ibu Atan pergi ke
sebuah batu di Tanjung Penyabung. Ia lantas kemudian berdo’a sambil
memegang kedua buah dadanya. Doanya, “Jika benar anak diperahu itu
anakku Atan, anak yang telah kukandung Sembilan bulan sepuluh hari; anak
yang telah kubesarkan dengan air susuku ini, terjadilah sesuatu
padanya”.
Setelah doa yang diucapkan oleh si ibu selesai, tiba-tiba guruh
menggelegar dan angin ribut pun turun dengan kencangnya menenggelamkan
perahu yang ditumpangi Atan. Atan ketakutan. Ia pun menjerit minta
tolong dan minta ampun pada ibunya, tetapi sudah terlambat. Ternyata
azab tak bisa lagi dihentikan. Angin terus menghantam. Hingga akhirnya
Atan Comot hilang ditelan laut. Saat ini, menurut cerita orang sekitar
yang entah benar entah tidak adanya, jika angin sedang kencang, pernah
terlihat lah seorang nenek berdiri di atas batu dan terdengar pula suara
orang menjerit.
Ada banyak hikmah pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita rakyat
Melayu Atan Comot tersebut. Banyaknya cerita rakyat Melayu yang memiliki
pesan sejenis menandakan betapa pentingnya seoarang anak untuk berbakti
kepada orang tua. Seperti ajaran dan petuah Melayu yang mengajarkan hal
tersebut. Berikut ini beberapa pelajaran penting yang bisa kita
dapatkan dari cerita rakyat Melayu Riau yang berjudul Puaka Tanjung
Penyabung:
1. Tidak boleh durhaka kepada orang tua, terutama ibu yang sangat besar jasanya kepada seorang anak.
2. Tidak boleh melupakan siapa kita di masa dulu. Jika kita orang susah
pada awalnya, maka tetap kita harus bisa ingat diri kita dan tidak lupa
diri dengan kesuksesan hidup yang telah kita raih.
3. Tidak boleh melupakan kampung halaman, terutama ketika kita telah hidup sukses di kota.
4. Tidak boleh menghina orang susah dan orang miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar