Dahulu di Pulau Bintan hiduplah orang-orang Suku Laut yang dipimpin oleh
Batin Legoi. Batin Legoi sangat dikenal sebagai pemimpin yang santun,
lemah lembut, dan adil. Dia sangat dicintai oleh rakyatnya.
Suatu hari, saat asyik menyusuri pantai yang banyak ditumbuhi semak pandan, Batin Legoi mendengar tangisan bayi.
“Bayi siapa yang menangis di tempat seperti ini?” tanya Batin Legoi pada pengawalnya. Pengawalnya hanya menggeleng.
Tangisan itu semakin keras, saat Batin Legoi mendekati semak-semak
pandan. Dengan hati-hati Batin Legoi mendekati semak itu. Alangkah
kagetnya Batin Legoi, saat mendapatkan seorang bayi perempuan yang
tergeletak di atas dedaunan.
“Siapa yang meletakkan bayi ini di sini?” tanya Batin Legoi kembali.
Batin Legoi memerintahkan pengawalnya untuk memeriksa sekitar
semak-semak pandan itu. Setelah pengawal memastikan tidak ada siapa pun
di sana, Batin Legoi memutuskan untuk membawa pulang bayi perempuan itu.
Batin Legoi membesarkan dan mendidik bayi perempuan itu dengan penuh
kasih sayang seperti anak sendiri. Bayi perempuan itu diberi nama Puteri
Pandan Berduri. Semenjak kehadiran Puteri Pandan Berduri, Batin Legoi
merasa hidupnya sudah lengkap.
Puteri Pandan Berduri tumbuh sebagai gadis yang berparas cantik
jelita. Tutur kata dan tingkah lakunya pun sebanding dengan
kecantikannya. Sangat lembut, sopan santun, suka menolong, dan anggun.
Karena keelokan paras dan lakunya, dia amat dicintai masyarakat Suku
Laut.
Banyak pemuda, raja, pangeran, dan bangsawan yang tertarik dengan
Puteri Pandan Berduri. Namun, tidak ada yang berani meminangnya. Batin
Legoi sendiri sangat berharap, puterinya berjodoh dengan seorang raja
atau pemimpin daerah.
Sementara itu di Pulau Galang, hiduplah seorang Megat¹ dengan dua
orang putra yang gagah berani. Mereka bernama Julela dan Jenang Perkasa.
Sejak kecil keduanya dididik untuk selalu rukun dan saling menjaga.
Namun, Julela berubah semenjak ditunjuk ayahnya sebagai penggantinya
kelak di Pulau Galang. Julela menjadi sombong dan angkuh. Bahkan ia
pernah mengancam adiknya, Jenang Perkasa.
“Aku tidak akan pernah segan mengusirmu dari pulau ini, jika kamu tidak mengikuti perintahku,” ancam Julela.
Jenang Perkasa sedih dengan perubahan sifat kakaknya. Ia memutuskan
untuk meninggalkan Pulau Galang. Selama berlayar, Jenang tidak pernah
mengaku sebagai anak dari pemimpin Pulau Galang. Sehari-hari, ia bekerja
sebagai pedagang.
Jenang Perkasa akhirnya sampai di Pulau Bintan. Jenang Perkasa sangat
cepat menyesuaikan diri. Sikapnya yang sopan santun dan tutur katanya
yang halus membuat penduduk senang. Masyarakat di pulau itu sering
membicarakannya.
Kabar tentang Jenang Perkasa sampai ke telinga Batin Legoi. Ia sangat
penasaran, ingin mengenalnya secara langsung. Supaya tidak mencolok,
Batin Legoi mengadakan jamuan makan malam untuk semua tokoh ternama di
Pulau Bintan, termasuk Jenang Perkasa.
Awalnya Jenang Perkasa meragukan undangan itu. Namun, untuk menghormati Batin Legoi, Jenang Perkasa memenuhi undangan tersebut.
Sejak awal kedatanganJenang Perkasa, Batin Legoi memerhatikan
gerak-geriknya. Caranya bersikap, bercakap, bahkan bersantap pun tidak
luput dari pengamatan Batin Legoi.
Terbersit keinginan Batin Legoi untuk menjodohkannya dengan Puteri Pandan Berduri. Batin Legoi mendekati Jenang Perkasa.
“Wahai, Anak Muda, sudah lama aku mendengar tentang kehalusan budi
pekertimu. Ternyata itu bukan isapan jempol semata. Aku sudah
membuktikannya,” kata Batin Legoi. Jenang Perkasa hanya tersenyum dan
tertunduk malu.
“Alangkah senangnya hatiku, jika kamu bersedia menikah dengan puteriku,” lanjut Batin Legoi.
Jenang Perkasa nyaris tidak percaya dengan tawaran Batin Legoi.
Namun, dia cepat menguasai keadaan dan tidak ingin menyia-nyiakan
kesempatan itu. Jenang Perkasa menyetujuinya.
Beberapa hari kemudian pesta besar digelar untuk pernikahan Puteri
Pandan Berduri dengan Jenang Perkasa. Seluruh rakyat di Pulau Bintan
diundang.
Puteri Pandan Berduri hidup berbahagia dengan Jenang Perkasa.
Apalagi, setelah Batin Legoi menyerahkan kepemimpinannya kepada Jenang
Perkasa. Jenang Perkasa melaksanakan amanat sebagai pemimpin di Suku
Laut itu dengan baik. Bakat yang didapat dari ayahnya membuat Jenang
tidak kesulitan.
Rakyat Suku Laut sangat menyukainya. Jenang Perkasa mampu menjadi pemimpin yang disegani sekaligus dicintai rakyatnya.
Suatu hari warga Pulau Galang memintanya kembali untuk menggantikan
kakaknya yang semena-mena. Jenang Perkasa menolak. I bertekad akan
tinggal di Pulau Bintan.
Pernikahan Puteri Pandan Berduri dan Jenang Perkasa dikaruniai tiga
orang putera. Ketiganya diberi nama sesuai dengan adat kesukuan:
Mantang, Mapoi, dan Kelong. Ketiganya pun dididik dengan sikap yang
santun dan lembut.
Setelah dewasa mereka pun diangkat mejadi pemimpin di masing-masing
suku. Batin Mantang menjadi Kepala Suku di utara Pulau Bintan. Batin
Mapoi menjadi Kepala Suku di barat Pulau Bintan. Sedangkan Batin Kelong
menjadi Kepala Suku di timur Pulau Bintan.
Meskipun demikian, saat menghadapi permasalahan dalam suku mereka, Suku Laut tetap menjadi pedoman bagi mereka.
Begitulah indahnya kehidupan Suku Laut di bawah kepemimpinan Jenang Perkasa dan Putri Pandan Berduri.
Hingga saat ini kisah Jenang dan Puteri Pandan Berduri masih
dikenang. Karena dari merekalah lahirnya persukuan di Teluk Bintan.
Penduduk Suku Laut atau Suku Sampan masih banyak di perairan Pulau
Bintan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar